Amerika Serikat menentang setiap pemerintahan yang mengancam keamanan Rezim Zionis Israel, oleh karena itu Washington tidak pernah menghendaki berkuasanya sebuah pemerintahan yang kuat di Suriah.
Jafar Ghanadbashi, pengamat masalah internasional asal Iran, menyoroti kunjungan diplomatik dan politik para pejabat Eropa dan AS, ke Suriah, dan pertemuan mereka dengan Abu Muhammad Al Julani (Ahmad Al Sharaa) Ketua Hayat Tahrir Al Sham.
Ia menuturkan, “Para pemimpin dan pejabat negara-negara Eropa serta AS, sebelum jatuhnya Bashar Assad, telah terlibat dalam aksi-aksi kelompok-kelompok pemberontak, dan mempersiapkan mereka dari sisi dana dan militer, serta memberikan pelatihan penggunaan drone di Ukraina, dan pemindahan pasukan pemberontak dari Uzbeskitan, ke Idlib, tidak mungkin dilakukan tanpa koordinasi dan lampu hijau AS dan informasi Israel, serta beberapa negara Eropa.”
Pengamat masalah internasional ini menambahkan, “Saat ini kita menyaksikan fase baru dari negosiasi negara-negara Eropa dan AS, serta negara kawasan dan dunia, dengan Suriah, dan para pemimpin barunya. Tujuan utamanya ada dua, mencari tahu tentang perkembangan politik, dan menindaklanjuti target negara-negara ini di Suriah.”
Ghanadbashi menegaskan, “Secara lahir, Suriah, sedang melangkah ke arah pembentukan pemerintahan, tapi pada saat yang sama banyak negara mengkhawatirkan masa depan negara ini, dan kemungkinan pecahnya perang saudara seiring dengan perkembangan politik di sana.”
Menurutnya, banyak negara yang meragukan terbentuknya pemerintahan kuat demokratis di Suriah, pasalnya AS, Inggris, dan beberapa negara Eropa lain, berusaha mencari kepentingan pribadi di kawasan, dan karena alasan kepentingan serta keamanan Israel, mereka tidak menghendaki Suriah yang kuat dan demokratis.
Ghanadbashi melanjutkan, “Inggris dan AS sejak beberapa tahun lalu selalu berusaha menciptakan eskalasi, dan perluasan konflik etnis serta agama di kawasan Asia barat. Selain itu, menurut kehendak mereka, di Suriah, harus berkuasa sebuah pemerintahan yang menjamin proses pasokan minyak dan gas ke Barat.”
Maka dari itu, ujarnya, dua masalah utama yaitu keamanan Israel, dan proses pasokan migas ke Gaza, harus dijamin oleh pemerintahan mendatang Suriah, jika tidak, AS dan Eropa, tidak akan pernah memberikan dukungan pada pemberontak Suriah, dengan alasan apa pun.
Pengamat masalah internasional ini meyakini bahwa seluruh kunjungan politik dan langkah-langkah diplomatik, propaganda dukungan atas kelompok-kelompok pemberontak, dukungan atas pribadi Al Julani, serta pemanfaatan senjata ekonomi, politik, dan budaya, adalah supaya kepentingan negara-negara Eropa dan AS, di masa depan, terjamin. Tujuan terdekat mereka adalah menciptakan legitimasi bagi pribadi Al Julani.
“Mereka saat ini fokus memberikan identitas dan legitimasi kepada komandan teroris pemberontak Suriah, pasalnya jatuhnya pemerintahan Bashar Assad, dilakukan oleh para teroris, sehingga tidak sah serta tidak punya legitimasi, maka dari itu mereka mengerahkan seluruh upaya untuk menggambarkan nama dan citra Al Julani, seolah-olah memiliki legitimasi dan absah,” pungkasnya. (HS)