AhlolBayt News Agency (ABNA)

source : Parstoday
Samstag

28 Dezember 2024

19:23:00
1517769

Lawatan Menlu Iran ke Cina, Penting untuk Lawan Unilateralisme dan Intimidasi

Lawatan terakhir Sayid Abbas Araghchi, saat menjabat Deputi Menteri Luar Negeri Iran, ke Cina, untuk menghadiri pertemuan konsultasi bersama JCPOA, tahun 2019 dilakukan sekitar lima tahun lalu.

Akan tetapi Sayid Abbas Araghchi, yang sekarang menjabat Menteri Luar Negeri Iran, kembali berkunjung ke Beijing, menjelang perayaan tahun baru Cina. Di Beijing, Araghchi, bertemu dengan Menlu Cina, Wang Yi, dan para pengamat percaya pertemuan itu membawa pesan-pesan penting.

Pejabat senior Iran, saat tiba di Beijing, menjelaskan alasannya berkunjung ke Cina. Ia menuturkan, “Tujuan asli adalah melakukan konsultasi regional, internasional, dan negosiasi bilateral. Hubungan kedua negara selalu baik, dan sekarang pun demikian. Tentu kami harus melanjutkan diskusi terkait berbagai isu.”

Ia menambahkan, “Dalam beberapa tahun terakhir, kami melakukan konsultasi-konsultasi dekat dengan Cina, di semua isu regional dan internasional. Sekarang situasinya sensitif, dan kawasan juga mengalami ketegangan, sementara di arena internasional terdapat sejumlah masalah. Begitu juga isu nuklir kami di tahun baru akan berhadapan dengan kondisi yang perlu kami konsultasikan lebih dalam.”

Di Sisi Sejarah yang Benar

Sebelum memulai lawatannya ke Cina, Menlu Iran, menulis catatan di People’s Daily, salah satu media terkemuka Cina.

Ia menulis, “Tehran dan Beijing, akan terus berdiri di sisi sejarah yang benar dalam melawan unilateralisme dan intimidasi, dan selalu menuju kemajuan, kesejehtaraan, kerja sama, dan persahabatan di antara negara-negara Selatan Global.”

Iran dan Cina, sebagai dua peradaban kuno Asia, adalah kawan di masa-masa sulit yang berhasil melewati ujian-ujian zaman, dan telah menaiki puncak-puncak baru bersama untuk mencapai posisi yang lebih tinggi sehingga bisa memainkan perannya sebagai dua negara yang bertanggung jawab untuk menjaga perdamaian dan pembangunan umat manusia.

Setengah abad emas masa depan hubungan Iran dan Cina, akan menunjukkan bahwa kunjungan ini adalah dimulainya fase baru kerja sama strategis, dan nyata di antara kedua negara seperti yang dikatakan cendekiawan Cina, “Tindakan berbicara lebih banyak daripada kata-kata.”

Peningkatan Hubungan ke Level Strategis

Statemen Menlu Iran, saat tiba di Cina, dan catatannya yang dimuat media, menunjukkan strategi tindakan nyata Iran, dalam hubungan dekat dengan Naga Kuning, serta sambutan realistis Beijing atas masalah ini.

Javad Mansouri, mantan Duta Besar Iran, untuk Cina, terkait capaian-capaian lawatan Menlu Iran ke Beijing, menuturkan, “Hubungan dua negara memiliki rekam jejak sejarah, dan berlangsung lama sehingga kesamaan-kesamaan politik bahkan di sebagian bidang kepentingan regional, dan rekam jejak kebudayaan, kurang lebih dapat saling melengkapi.”

Ia menambahkan, “Kapasitas kerja sama, dan pertukaran masih terus ada, dan kedua pihak bermaksud mengaktifkan kapasitas-kapasitas yang masih potensial. Oleh karena itu Program 25 Tahun Kerja Sama Dua Negara, mencakup banyak dimensi berbeda yang pada akhirnya ditujukan untuk meningkatkan hubungan hingga ke level strategis.”

Di sisi lain, imbuh Mansouri, dialog dan pertukaran pendapat, terkait kasus nuklir Republik Islam Iran, sedang mencapai sebuah kesamaan pandangan di hadapan strategi permusuhan Amerika Serikat, dan Eropa.

“Selain itu, Araghchi, mengatakan masalah nuklir membutuhkan konsultasi-konsultasi lebih dalam. Maka dari itu saya menduga dalam lawatan ini agenda Menlu Iran, adalah mengarahkan pembicaraan-pembicaraan ke masalah makro hubungan strategis. Pasalnya, situasi global mewajibkan kerja sama semacam itu, dan dalam situasi seperti ini pemerintah Cina, memililki fasilitas serta motivasi yang diperlukan untuk masuk ke dalam interaksi semacam ini,” paparnya.

Iran Tak akan Tunggu Barat

Beberapa pihak meyakini bahwa Pemerintahan periode 14 Iran, karena reformis, menaruh perhatian bersar pada upaya menghidupkan kembali hubungan dengan Barat, dan mengelola ketegangan dengan mereka berlandaskan JCPOA, tapi strategi permusuhan pihak lawan, dan penjatuhan beberapa putaran sanksi terhadap Republik Islam Iran, hanya dalam beberapa bulan terakhir, justru telah membuat upaya pemulihan hubungan dengan AS dan Eropa secara praktis, tersingkir.

Dalam hal ini, kata Javad Mansouri, mereka mengatakan kehadiran Araghchi, di Cina, dan lawatan Presiden Iran Masoud Pezeshkian, ke Rusia, 17 Januari 2025 mendatang, mengindikasikan keputusasaan atas pemulihan hubungan dengan Barat, dan perubahan arah kebijakan strategis Iran, ke arah timur.

Namun Mansouri, dengan menyinggung strategi permusuhan AS terhadap Iran dan Cina, yang telah membuka kesempatan mendekatkan kedua negara menuturkan, “Washington dalam beberapa tahun terakhir selalu menciptakan masalah dan tantangan, di sisi lain pemerintah Cina yang lelah dengan perilaku Gedung Putih, tentunya lebih berminat untuk bekerja sama dengan negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Shanghai, SCO, dan BRICS dalam menghadapi AS, dan hal ini sejalan dengan kebijakan Iran.

Diplomat senior Iran ini melanjutkan, “Meskipun demikian Republik Islam Iran, pasti tidak merangkum kebijakan luar negerinya dalam sebuah paket terbatas, dan tidak akan menyimpan semua telurnya dalam satu keranjang. Sekarang kita bekerja sama dengan Amerika Latin, Afrka, dan Asia Tenggara.”

Tehran tidak bersikeras untuk menjalin hubungan dengan sejumlah kecil negara, dan tentunya jika menghadapi tantangan dengan Eropa, itu karena mereka tidak ingin mengakui kepentingan resmi kita, dan bertindak melawan kita. Tapi dalam hubungan dengan negara lain, tidak ada pembatasan, maka dari itu kita aktif di perjanjian BRICS, Eurasia, Shanghai, dan ECO. Tapi Cina, dikarenakan ragam hubungan yang terjalin di arena internasional, siap untuk berinteraksi lebih dalam, dan prosedur kita juga berdasarkan justifikasi rasional, dan sepenuhnya realistis. (HS)

342/